Kamis, 23 Maret 2017

Novel "Morning, Gloria"


Kalian suka dengan fenomena alam matahari terbenam?
Atau sunrise?
Wajib banget punya novel bergambar matahari unyu ini, lho~

Ada kisah tentang perempuan penyuka sunrise dan lelaki penikmat senja. Bagaimana akhir kisah mereka?
Dengan setting di Belanda dan Banyuwangi akan membuatmu seolah berwisata ke tempat itu.

Yuk, tunggu apalagi?
Harga normal Rp 42.000,-
Bisa dipesan di Penerbit DIVA Press dengan kontak 085100418727/081804374879 (Nita)

Atau hubungi penulisnya di kontak Fb: Devi Eka (Vivi Klorofers).

Mau intip dulu review novel ini?
Boleh banget. Ini review novel Morning, Gloria:

Judul                           :  Morning Gloria
Penulis                         :  Devi Eka
Editor                          :  Floria Aemilia
Desainer cover            :  Aan_Retiree
Layouter                      :  Fitri Raharjo
Pracetak                      :  Endang
Penerbit                       :  de TEEN
Terbit                           :  April 2014
ISBN                           :  978-602-255-563-6






Blurb :


Gloria, ia tak menyukai senja. Baginya, senja hanya akan memadamkan semua harapannya. Namun, kini seorang lelaki senja hadir dan menelusup ke dalam hatinya.

Avond, seorang lelaki yang mencintai masa lalunya. Segenggam cinta yang tak tersampaikan. Sebongkah rindu yang tak pernah usai. Tapi, itu dulu, sebelum gadis fajar itu muncul di hadapannya

Kisah gadis fajar dan lelaki senja. Ke mana cerita mereka bermuara? Ataukah mereka akan seperti fajar dan senja yang tak pernah bertemu?

***

Gloria. Gadis ceria dan penyuka fajar. Selalu menantikan gradien warna menyapu wajahnya dengan cahaya semangat di pagi hari.

Avond. Laki-laki yang begitu menyukai senja. Senja yang memberinya ketenangan. Senja yang membuatnya menunggu hingga kini.

Bella. Sahabat baik Gloria. Namun menyimpan rahasia yang memiliki pertalian dengan kehidupan Gloria dan Avond.

Bara. Laki-laki yang muncul dengan panggilan gadis judes untuk gloria. Laki-laki yang mengesalkan untuk Gloria. Tapi, terkadang, perkataannya benar-benar mampu menghujam batin gadis itu.

***

Prolog. Gloria. Ia menggeleng lemah setiap kali ibunya menawarkan untuk menikmati fajar yang diam-diam mengintip dari cakrawala. Tapi ia seakan tidak bersemangat lagi melakukan rutinitasnya itu setelah semua yang terjadi. Semuanya karena lelaki yang membolak-balikkan kehidupannya.

Gloria. Sang gadis fajar. Meluangkan waktunya setiap pagi hanya untuk melihat semburat orange yang mewarnai langit pagi dan memberi semangat bagi semua makhluk hidup di dunia ini. Bella¾sahabatnya¾terkadang tidak habis pikir dengan Gloria. Bagaimana mungkin sunrise dan sunset bisa membuat manusia menunggu sekian lama untuk melihatnya. Tapi, Gloria tidak menyukai sunset. Ia malah ingin menghindari yang satu itu. Karena sunset mengingatkannya pada kenangan pahit yang dulu hadir dalam hidupnya.

Tapi, saat ia begitu tak menyukai senja, seorang laki-laki senja justru hadir dalam hidupnya. Laki-laki yang menawarkan keindahan senja untuk dinikmati. Avond. Nama laki-laki itu. Menawarkan keremangan saat gelap mulai menyapa dengan warna jingganya.

Hingga ajakan pertama ke Volendam mengubah sedikit pandangan Gloria. Avond mengajak gadis itu melintasi padang rumput dan ilalang, mengajaknya ke kampung nelayan Volendam dengan rumah berbahan kayu papan yang dicat warna-warni dan tak berpagar. Kemudian ke Zwarthoed. Dan beberapa kali di perjalanan, Glory tertidur di pundak laki-laki itu.

Gloria mulai merasakan perasaan lain setelah terlalu sering bersama dengan lelaki senja itu. Dan kali ini, perjalanan mereka dilanjutkan ke Museum Lilin Madame Tussauds. Di sana Gloria asik berfoto dengan patung lilin Robert Pattinson, pemeran Edward di film Twilight. Gloria merasakan pipinya sesekali dijalari perasaan hangat saat Avond menatapnya. Dan Gloria jelas tahu apa yang dirasakannya. Cinta? Apakah mungkin?

Bella, sahabat Gloria menyadari perubahan sikap gadis itu setelah sering bersama dengan Avond. Dan bukannya sangat peka, tapi Bella tahu bahwa Gloria mungkin saja sedang jatuh cinta pada sosok lelaki senja itu. Dan di saat itu juga, seorang teman Gloria justru menyarankan pada gadis itu untuk menjauhi Avond. Gadis itu mengatakan bahwa Avond adalah tipe laki-laki yang hanya mempermainkan perempuan.

Perkataan Anke, temannya itu selalu terngiang di dalam otak Gloria. Tapi itu tidak lama. Karena keduanya kembali bertemu dan bercerita. Hingga insiden sepeda tercebur itu terjadi dan membuat Avond sakit. Gloria sampai dibuat senewen sendiri karena tidak mengetahui alamat laki-laki itu. Beruntung, Bella-sahabatnya-mengetahui hal itu. Tanpa perlu dikomando, Gloria langsung ke rumah Avond, dan melihat laki-laki itu benar-benar sedang sakit.

Saat hubungan keduanya mulai dekat, Bella, mulai memperlihatkan kedekatannya dengan Avond yang membuat gadis itu harus menahan rasa geram di hatinya. Kecemburuan jelas terpancar saat melihat keduanya dekat. Barulah kemudian terungkap bahwa mereka berdua sempat menjalin hubungan.

Avond yang masih tetap menunggu seseorang dan Bella yang juga melakukan hal yang sama. Hingga kedekatan mereka mengundang tanda tanya. Di saat semuanya justru terungkap, Gloria harus kembali ke Indonesia setelah mendapat kabar buruk mengenai ibunya.

Dan di Indonesia, tepatnya di Banyuwangi, dia kembali bertemu dengan laki-laki yang cukup aneh dan memanggilnya gadis judes. Menceramahinya seputar gerimis dan senja. Membuatnya menikmati senja dan membuka kembali satu rahasia yang tidak pernah diduga Gloria sebelumnya.

Lalu bagaimana saat akhirnya Gloria diberi cobaan yang membuat gadis itu kehilangan harapannya?

Bagaimana pula saat harapan yang berhasil ia susun kembali dihancurkan di depan matanya?

Dan apakah Gloria mampu bertahan saat badai kehidupan justru mengguncang pertahannya?

Dan akankah uluran tangan akan ia raih saat ia seseorang datang dan menawarkan punggungnya sebagai sandaran?

***

Jika harus membuat satu kata saja tentang novel ini, saya akan mengatakan ini novel yang amazing.

Terima kasih untuk kak Vivi untuk buntelannya yang bikin hipnotis klub Mirror dan bersenandung dengan kalimat-kalimat puitisnya.

Untuk covernya. Suka banget sebenarnya sama covernya. Pemilihan warna dan perpaduan warnanya cocok banget. Ilustrasi gambarnya pun menambah kesan cover jadi lebih hidup. Awan-awan yang menjadi salah satu ilustrasinya menjadi bentuk yang sangat berperan dalam ketajaman covernya. Masing-masing mewakili dua fenomena yang saling berhubungan. Sunrise dan sunset. Untuk ulustrasi mataharinya sendiri, bagian sunrisenya itu, mataharinya kenapa yah, mengernyit kah atau tersenyum, karena ada rona merah muda di pipinya. Dan sunsetnya seakan menyiratkan kelelahan yang cukup. Yah, kesan mataharinya benar-benar dapet untuk karakter tokohnya. Tapi lagi-lagi, mungkin benar kalau ada yang mengatakan konsep mataharinya rada mirip dengan salah satu cover novel juga. Tapi yang harus digaris bawahi di sini, di cover novel yang satu itu bukan keduanya matahari. Melainkan yang satu matahari, dan satunya lagi bulan. Jadi kalau ada pemaca yang berkomentar demikian, baik-baiklah dalam membaca cover itu sendiri. Ini tidak menggurui, tapi alangkah lebih baiknya untuk tidak mengeluarkan pendapat yang bisa membuat desainer covernya jadi down gitu.

Pemilihan settingnya cukup kuat. Saya sebagai pembaca benar-benar bisa merasakan feel kuat mengenai hal ini. Di sini kemampuan penulis benar-benar lebih matang dalam mendeskripsikannya dibanding novel sebelumnya.

Tata letak isinya juga cukup baik. Dengan ilustrasi-ilustrasi bunga di awal bab, juga lirik-lirik lagu yang kemudian di tambahkan ke dalam cerita. Bahasa yang digunakan penulis di sini cukup menghanyutkan. Ah, saya saja sebagai pembaca benar-benar terbawa arus saat membaca untain demi untain kata yang di tuturkan penulis.

Penggambaran karakter tokohnya kuat banget. Sosok Gloria da Avond dibangun sama baik oleh penulis. Dengan berbagai masalah dan kejadian-kejadian yang mengiringi langkah keduanya.

Pemilihan konfliknya,  ini yang bikin aku kasih applause untuk mbak Vivi. Konfliknya benar-benar bikin greget sendiri dan sukses membuat anggota klub jadi nggak sabar baca pas saya (pembaca pertama) mulai mengernyitkan kening sendiri saat diskusi buku penulis lain. Dan semuanya sepakat memberi applause lagi-lagi untuk penulisnya.

Untuk typo sih,  ada beberapa yang cuma salah ketik mungkin atau kekurangan huruf. Tapi selebihnya nggak masalah.

Ini hanya masukan aja yang mungkin untuk mbak Vivi, nanti kalau novel selanjutnya mungkin nggak usah ada adegan lumpuh lagi dan suka sama lagu klasik. Jadi kesannya, kakak cuma berkutat sama itu aja. Di novel sebelumnya juga, kan, kakak pake adegan itu. Mungkin nanti bisa ubah aliran musik mungkin, yah. J

Akhir kata, kami berani kasih 4,9 bintang untuk novel mbak Vivi.
Dikutip dari:  http://alwaysbereaders.blogspot.co.id/2014/06/review-morning-gloria-by-devi-eka.html 

Novel "The Love is (Not) Blue"



Siapa nih yang suka dengan drama Korea?
Pasti juga suka dong baca novel setting Korea~
 Bisa banget lho, kalau kamu mau baca novel dengan kover unyu ini.
Yuk, segera miliki!

Harga normal Rp 40.000,-
Bisa dipesan di Penerbit DIVA Press dengan kontak 085100418727/081804374879 (Nita)

Atau hubungi penulisnya di kontak Fb: Devi Eka (Vivi Klorofers).

Mau intip dulu review novel ini?
Boleh banget. Ini beberapa review novel The Love is (Not) Blue:


Judul: The Love Is (Not) Blue
Penulis: Vivi Imutz
Penerbit: Gaca (Lini DivaPress)
Tebal: 300 Halaman
Cetakan Pertama: Desember 2013


Ya. Senja dan gerimis yang mengingatkanku akan kisah cinta kita yang telah lama usai. Aku mohon pulanglah gerimis. Kalian membuatku kerepotan membereskan luka lamaku. (77)
***
Aaaakkk lagi lagi lagi dan lagi! Cover cantiknyaaa :). Aku memang tipe pembaca sekaligus pembeli novel yang selaluuuu akan terhipnotis jika cover novel itu bagus! Seringlah jadinya dimarahin temen karena hal itu. Katanya, “Emang mau kalau beli novel (re: ngeluarin duit banyak-banyak) yang covernya bagus luar biasa tapi isinya ancur? Duh, dasar!”
Hahahaa iya juga sih. Ya nggak mau rugi dong. Kualitas juga harus bagus. Tapi ya nggak dipungkiri, sebagai remaja yang sukaaa banget sama hal-hal yang berbau unyuk, aku juga memasukkan cover sebagai salah satu penilaian dalam membeli buku. Juga penulis, blurb, dan endors! Hahaha :D *oke skip*
***
Novel ini menceritakan tentang Ayla. Gadis Indonesia asli yang bekerja di sebuah perusahaan elektronik di Seoul, Korea Selatan. Dengan atasan super tampan bernama, Lee Hyun Sook.
Manager Lee selalu memperhatikan Ayla. Bahkan, tidak tanggung-tanggung. Ketika Manager Lee tahu bahwa Ayla rindu dengan Indonesia, dia memberi Ayla waktu libur selama 2 minggu.
Saat kembali ke Indonesia dia bertemu dengan Dicky. Cinta lamanya saat kuliah dulu. Yang saat itu Dicky kabur entah kemana tanpa memberi kabar (seperti bang Toyib xD). Dan tiba-tiba Dicky datang memberikan harapan ke Ayla kembali.
Di sinilah Ayla berkisah. Tentang perjuangannya mencari cinta sejatinya di kala ibunya menuntutnya untuk segera mencari tambatan hati dan melihat teman-temannya sudah menikah bahkan memiliki anak.
Aku nggak akan detail banget dong ya menceritakan isi novelnya di sini. Males ngetik dong hahaha. So, untuk lebiiiiihhhh jelasnya, baca saja di novelnya. Beli! :D
***
Seoul, Korea Selatan. Jujur, secara pribadi aku nggak terlalu suka cerita-cerita yang berbau korea. Kalau nonton dramanya sih aku suka. Apalagi kalau yang main itu Choi Minho. Duh, kejaarrr! *skip*
Seperti yang kubilang di awal, novel ini diawali dengan memperkenalkan sosok Ayla yang bekerja di Korea Selatan yang mengikuti Bibi dan Pamannya di sana. Dan atasan di perusahaan kerennya luar biasa.
Sudah sangat jelas kalau Lee Hyun Sook menyukai Ayla. Dengan  gelagat yang selalu mencari perhatian dengan memberikan perhatian lebih ke Ayla dibanding ke karyawan lain. Yang kutangkap di awal, Ayla sedikit ada rasa tapi dia masih ragu untuk mengakuinya. Hingga kemudian, saat kembali ke Indonesia, dia bertemu dengan mantan kekasihnya –Dicky-- yang sudah menghilang tanpa memberi kabar kepadanya.
Di sini! Ya, di sini! Ada sedikit keanehan yang kurang enak bagiku.
Sosok Ayla begitu plin-plan. Tidak, bukan murni dari Ayla sendiri. Tapi, dari penempatan sifat di diri Ayla oleh penulis. Penulis masih membawa sifatnya sendiri ke sosok Ayla.
Dicky sudah menjadi sosok pemberi harapan palsu untuk Ayla. Kemudian meninggalkan Ayla tanpa kabar. Ayla sakit hati. Tapi, saat Dicky tiba-tiba datang, Ayla segera memaafkannya. Kurasa, penulis begitu pemaaf di kehidupannya sehingga dia menjadikan sosok Ayla juga seperti dirinya (Hahahaha).
Lalu, cerita saat Ayla di pesawat dalam perjalanan Seoul-Jakarta. Dia bertemu dengan Ruben. Ini baru bertemu. Tapi, mereka sudah begitu akrab. Oke, sosok Ayla kurasa memang begitu supel. Tapi, kurasa, sesupel-supelnya cewek, nggak akan begitu mudah akrab dalam berteman. Terlebih dengan lawan jenis.
Tapi di lain itu, aku sangaaattt suka pendeskripsian Lombok :) Suka! Detail! Jadi pengen ke Lombok. Ke Pantai Senggigi. Lebih indahkah daripada Dreamland di Bali? *skip*
Tentang Seoul-nya. Deskripsinya oke. Nggak kentara kalau si penulis belum pernah ke Seoul (muehehehe).
Tagline. Sangat menarik. Terlebih, saat menuntaskan novel ini, aku baru menyadari saat melihat kembali covernya. Membaca tagline untuk ke sekian kali. Benarkah Cinta Menunggumu Di Seoul? Kenapa menarik? Karena tagline ini memberikan kejutan untuk isi cerita. Uuuuhhh pokoknya suka!
Benar sekali jika cinta tak hanya kesedihan saja. Tapi juga memberikan kebahagiaan dan harapan seperti yang dirasakan Ayla.
Inti dari ocehanku ini adalah, novel ini cocok di baca kamu, kamu, dan kamuuuu semua yang masih pusyiang mencari sosok idaman untuk di jadikan tambatan terakhirmu juga yang suka di PHP-in. Tentang siapa yang selalu memberikan semangat sehingga kamu tak takut untuk berharap! Remaja banget! Recommended for you all who love Korean Story and romance story wannabe (like me).
Kasing sayang, kehangatan keluarga, persahabatan yang manis, perjuangan cinta yang selalu membara, semua ada di novel ini!
Penilaianku sih 3.5 bintang dari total 5 bintang yang ada! :D
So, grab this novel fast! Read it fast! And you’ll find out a surprise in the ending!
Sukses untuk Mbak Vivi juga Divapress semuaaa!!!
With Love.
@Nisa_MS_ Y

Dikutip dari: http://lanisamoffi.blogspot.co.id/2014/01/review-love-is-not-blue.html

^_^

Jumat, 17 Maret 2017

Naskah (calon) novel Wattpad



Penasaran dengan naskah chicklit yang sedang kukerjakan?

Judulnya Abelia.

Segera cek di: http://my.w.tt/UiNb/jHFf3I5IAB
Masih sampai Bab 2. Insya Allah bakal dirampungkan bila kalian setia memberi vote dan menunggu bab per babnya.

Yuk, segera diintip! ;)

Rabu, 22 Februari 2017

Sensasionalnya Kampus Fiksi Emas 2014



Sensasionalnya KF EMAS 2014

Kamis, 12 Juni 2014
            KAMPUS FIKSI!!! PASTI BISA!!!                         
            Akhirnya, setelah berupaya sekuat tenaga, aku bisa kembali menjadi peserta event Kampus Fiksi yang mulai diselenggarakan dari tanggal 27 April 2013—Kampus Fiksi angkatan 1 yang juga menjadi awal keikutsertaanku dalam event ini. Aku masuk menjadi salah satu nominator angkatan Kampus Fiksi Emas 2014! Dari 145 orang alumni Kampus Fiksi angkatan 1-5, hanya dipilih 20 orang saja. Ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri untukku.
            Acara akan dimulai mulai besok, namun kami—para peserta—diharapkan sudah datang sehari sebelum acara. Dan aku datang sekitar jam 18.00. Sudah cukup banyak yang datang di asrama. Pertama yang kutemui adalah Nadine serta Mas Adit yang tengah duduk di dapur. Lalu di ruang meeting, sudah ada Mas Reza, Mbak Lia, Dhamala, Evi Sudarwanto, Mbak Ghyna, Farrah, Mbak Dian Iriana, serta Asmira Fhea.
Hei, tapi tunggu dulu, rasanya mataku mulai menipuku. Aku melihat Mbak Didi—panggilan akrab Dian Iriana, ada dua! Tapi ternyata, yang satu adalah Fia—Asmira Fhea—yang baru kusadari mirip Mbak Didi. Aku sempat loading sebentar saat menyalami Fia. Haha, apakah hanya aku saja yang menganggap mereka mirip?

            Tak lama setelah itu, datang Mufi, kemudian disusul Mas Sayful, Mbak Nurul (Andari Hersoe), serta Kak Rosanti (aku lebih suka menyebutnya Kak Ros, seperti panggilan dalam kartun Upin Ipin). 

            Ini di kamar cewek. Eksis dulu, ah! :D

Dan baru kuketahui, kalau Mbak Reni (Avanna Zahra) tidak bisa datang karena sakit. Sayang sekali. L
            Oiya, kami, peserta Kampus Fiksi Emas, dibagikan souvenir cantik loh. Ada buku antologi Gadis 360 Hari yang Lalu, kaos bersablonkan tulisan yang sama dengan judul buku, tas bertuliskan Kampus Fiksi, pulpen, serta notes.

            Buku antologi Gadis 360 Hari yang Llau, kaos, tas, pulpen, dan notes.

            Pak Edi, selaku rektor Kampus Fiksi datang malam itu untuk sekadar berbincang-bincang ringan dengan kami. Dengan Farrah yang masih menyantap empek-empek oleh-oleh dari Evi dan Nadine yang berhasil digorengnya dengan lahap. Sepertinya Farrah sangat lapar.
            Tak sabar rasanya menunggu hari esok. Menunggu saat karya kami diadili oleh para mentor!

Jum’at, 13 Juni 2014
            Antrian mandi yang panjang. Haha, seharusnya takkan panjang kalau saja aku dan beberapa teman lainnya mandi lebih awal. Ini sudah jam setengah tujuh, namun ada beberapa yang belum mandi, termasuk aku! Karena sebelumnya, aku keasyikan mengobrol dengan Mbak Elisa dan Mbak Indah yang baru datang pagi tadi sebelum subuh. Mbak Pia dan Mas Ersa yang datang pagi tadi pun masih tepar di kasur MU dengan lelapnya.
            Akhirnya, tiba giliranku untuk mandi. Begitu selesai, lalu sarapan, kemudian sedikit bermain ABC lima dasar—permainan konyol namun menarik. Kami tertawa-tawa saat mendapat tantangan untuk melakukan hukuman akibat terlalu lama dalam menjawab. Dan aku, adalah orang yang paling banyak terkena hukuman. Mulai dari disuruh menyanyi, ngrayu cowok, push up, sampai mencabut satu batang rambut milik teman. Haha, adaaa saja hukumannya.
            Jam 8.00 acara dimulai dengan sambutan dari Pak Edi. Betapa bangganya beliau menjelaskan tentang bagaimana kami yang telah berhasil terpilih menjadi peserta Kampus Fiksi Emas ini. Beliau mengatakan—seperti yang disebutkan dalam buku antologi Gadis 360 Hari yang Lalu, “Kalian semua adalah para alumni yang akan terus diikuti jejaknya oleh alumni-alumni angkatan berikutnya. Kalian adalah kakak-kakak dari adik-adik kalian nantinya. Terbanglah setinggi kalian bisa, tapi jangan lupa, #KampusFiksi selalu terbuka jika kalian rindu bertemu kami dan lelah mengarungi langit sana.”

            Sebuah pengantar dari Pak Edi yang membuat kami terharu.

            Jam 9.00 kami praktek menulis cerpen dengan tema yang berbeda-beda untuk setiap orang. Kami hanya diberi waktu selama dua setengah jam! 

            Praktek menulis cerpen.

            Jam 11.30 telah banyak yang telah selesai menulis, begitu juga denganku. Setelah diserahkan kepada tim mentor, kami boleh istirahat. Dan…. ternyata cerpen kami itu langsung di-posting di web Kampus Fiksi! Haha, apakah cerpenku itu masih ada typo-nya? Jangan salahkan, karena aku—mungkin juga teman-teman lain, menulis tanpa diedit!
            Para lelaki berangkat untuk Jumatan, sedangkan para wanita (ciyeee, wanita!) ada yang makan siang, sholat, atapun tidur. Ada pula yang deg-degan, karena setelah istirahat ini, karya cerpen Kampus Fiksi Emas yang tertulis di buku antologi ini akan diadili. Seperti pengadilan saja ya? Memang!
            Jam 13.00, saatnya pengadilan karya.
            Karya pertama yang diadili adalah milik Mas Ersa, kemudian Mas Reza, lalu Mas Adit. Mbak Ita-lah yang seolah menjadi hakim. Suasana memanas saat pernyataan-pernyataan Mbak Ita disangkal oleh Mas Reza.
            Dan semakin memanas saat giliran cerpen Farrah, Dhamala, dan milikku diadili. Kali ini benar-benar panas! Bukan karena kami banyak menyangkal, bukan pula karena cerpen kami yang terbaik, tapi karena…. mati lampu! Ya, saat Mbak Misni selaku hakim akan mengadili cerpen milik Farrah, tiba-tiba lampu mati. Waaahh, udah deh, langsung buka pintu, gorden, dan jendela. Lampu-lampu emergency pun dihidupkan. Tapi, bukannya sejuk yang kami dapatkan karena pintu yang dibuka—karena ruangannya ber-AC—namun malah gerah, dan lampu itulah penyebabnya. Akhirnya, kami selaku tersangka (aduh, tersangka maling ayam kali ya? LOL!) kembali diadili tanpa mempedulikan lampu yang mati.
            Pengadilan karya masih berlanjut dengan hakim yaitu Mbak Ve, yang mengadili cerpen milik Mbak Lia, Mbak Nurul, dan Mbak Elisa. Dan masih dengan listrik yang belum menyala. Namun tak begitu panas seperti tadi, karena Mbak Ve mengadilinya dengan ekspresi wajah dan tingkah laku yang sangat konyol. Cukup berlebihan, namun tetap… absurd! Hahaaa, Mbak Ve, aku juga mau diadili kalau seperti itu gayanya. :D
            Jam 16.15 kami ishoma. Seharusnya sih, ishoma jam 16.00, tapi karena Mbak Ve terlalu menggebu, jadilah kami terlambat lima belas menit. Tak apa, Mbak Ve, kami senang kok, karena listrik sudah menyala kembali. Alhamdulillah…
            Setelah semuanya siap, jam 19.00 kembali karya kami diadili. Mbak Rina dengan gayanya yang keren mengadili karya milik Mbak Ghyna, Kak Ros, Fia, dan Mbak Pia. Suasana menegang saat itu, karena Mbak Rina terlihat serius.
            Suasana mencair saat giliran Mbak Ayun yang mengisi. Karya Evi, Mbak Didi, dan Nadine sudah siap untuk diadili.
            Dan… sebagai penutup hari itu, Pak Edi memberikan peradilan terhadap karya Mufi, Mbak Indah, dan Mas Sayful. Pak Edi lain daripada yang lain. Beliau tak hanya mengkritik, namun juga memberi saran terhadap karya diadilinya.
            Jam 22.15, selesailah acara di hari pertama Kampus Fiksi Emas. Kami beristirahat, menyiapkan diri untuk besok Sabtu. Ada yang langsung tidur, ada pula yang sibuk mendiskusikan yel-yel dan performance yang akan kami tampilkan besok.

Sabtu, 14 Juni 2014
            Pagi ini, kami harus mengikuti pembedahan novel Sang Alkemis-Paulo Ceolho yang mendatangkan seorang akademis UGM bernama Tia Setiadi sebagai pembedah.
            Aku tak ingin terlalu banyak mengulas tentangnya, oke?
Aku hanya menyukai caranya bercerita, runut dan semangatnya itu membuat kami—terutama aku—ikut bersemangat. Begitu rinci dia menjelaskan tentang isi novel itu. Tentang bahasanya, tokoh, setting, latar, dan lain sebagainya.
Namun, ada satu yang aku tidak setuju pada pendapatnya. Dia berkata kalau seorang penulis itu sebaiknya menulis dengan latar setting yang seharusnya dikuasai, supaya penulis bisa mendeskripsikan tempat dengan begitu baik. Dikatakannya juga bahwa seorang penulis yang tinggal di dekat laut, sebaiknya menulis dengan latar di laut. Begitu juga bila tinggal di gunung, pedesaan, ataupun perkotaan. Karena kalau tidak, pastilah penulis itu mengada-ada, begitu ungkapnya.
Tapi, bukankah seorang penulis itu bisa mendeskripsikan latar tempat tanpa harus tinggal di tempat itu? Tak harus pula penulis itu harus datang ke tempat itu. Bukankah sudah ada fasilitas internet? Kita bisa riset lewat google, bukan?
Sudah, itu saja yang ingin kuulas tentangnya. Karena… jam 12.30 kita akan ke Kaliurang! Yeay!!
Kami membereskan perlengkapan yang akan kami bawa ke Kaliurang, sebuah desa wisata yang sejuk. Kami akan menginap di villa!
Jengg!! Jengg!!! Jam 12.30, saatnya berangkat!!
* * *
            Perjalanan menuju Kaliurang membutuhkan waktu yang lumayan, 45 menit. Dengan tiga mobil yang mengangkut kami—para peserta, serta satu mobil box yang mengangkut tas-tas kami, akhirnya sampai juga di sana.
            Dan, hey, kalian tahu, apa yang kami lakukan begitu sampai villa??
            Main ayunan dulu sebelum masuk villa. :D

            Beberapa bukannya masuk villa, tapi malah bermain ayunan! Mengayunkannya tinggi-tinggi, sampai rasa bosan mendera. Haha, kurasa masa kecil kami kurang berbahagia! Tapi, ini benar-benar seru. Sangat!
            Setelah lelah, barulah aku masuk villa. Mencari teman satu kelompok untuk kembali mendiskusikan performance untuk nanti malam.
            Kelompokku itu terdiri dari Mufi, Mbak Nurul, Mbak Pia, Mas Adit, dan tentu saja, aku sendiri. Heboh sekali kami mempraktekkan yel-yel serta performance untuk nanti malam.
Ah, rasanya sudah tak sabar menanti nanti malam.
* * *
            Sebelum memulai gathering, kami sholat Maghrib dan Isya berjamaah dengan diimami oleh Pak Edi. Makan malam pun bersama Pak Edi sekeluarga serta para panitia. Sangat terasa rasa kekeluargaan yang mendalam. Semua berbaur, tanpa membedakan siapa dan dari mana kami berasal.

Karena kelompokku adalah kelompok 3, jadilah kami menonton aksi dari dua kelompok di depan kami. Sepanjang acara, suara tawa membahana memenuhi ruangan villa. Rasa geli menggelitik kami saat menyaksikan performance yang ditunjukkan tiap kelompok.


Dan saat kelompokku perform pun, aku, Mufi, Mbak Pia, dan Mbak Nurul tak sanggup menahan tawa saat melihat Mas Adit berpenampilan seperti setan dengan mukena yang menutupi seluruh tubuhnya dan berakting seperti setan konyol.
Belum lagi dengan kelompoknya Mas Sayful, yang terdiri dari Evi, Mbak Ghyna, Fia, Mbak Didi, dan dia sendiri. Mereka menceritakan tentang diary si kembar, yang diperankan oleh Fia dan Mbak Didi. Nah, kan! Berarti bukan aku saja yang menganggap mereka mirip! Dan Evi, yang menjadi host acara talkshow itu pun berubah. Dia menjadi panaaass, sensasional, menggelitik, dan fenomenal! Hahahaaa, tawa kami pecah setiap kali Evi mengucapkan kalimat andalannya: panas, sensasional, menggelitik, dan fenomenal.

Taraaa!!! Performance dari peserta selesai, dan saatnya penampilan dari panitia! Mas Wahyu, Mbak Ayun, Mbak Ve, Mbak Rina, Mbak Misni pun beraksi! Kereeen deh penampilan mereka!
.
Setelah performance habis sudah, Pak Edi memberikan penghargaan kepada pemenang cerpen Kampus Fiksi Emas, yaitu Mas Sayful. Selain mendapat uang—tapi masih dalam bentuk tulisan—Mas Sayful mendapatkan piagam! Wow! Selamat, Mas Sayful!

Dan…. tarakdungces! *eh* Ada penghargaan spesial kepada peserta militan yang selalu datang saat Kampus Fiksi! Ini kejutan! Mas Reza-lah yang mendapatkan penghargaan itu. Selamaaatt! :D

Uwaaa!! Begitu pemberian penghargaan, kami keluar ruangan. Kami mau membakar jagung! Dan api unggun mulai dihidupkan! Kita pesta!!

Api unggun telah menyala!

Sambil menanti jagung bakar matang, kami bermain Truth or Dare yang diselipkan di setiap kado silang yang memang kami bawa untuk saling ditukarkan.

Setiap pertanyaan ataupun tantangannya pun beragam. Mulai dari hal serius, sampai hal konyol sekalipun. Ada yang disuruh nyanyi sambil goyang itik, ada yang lebih memilih menceritakan pengalaman pahitnya saat jatuh cinta daripada menyatakan cintanya pada salah satu panitia, ada pula yang disuruh mengatakan ‘I LOVE YOU’ pada Pak Edi! Hahaha…. Sungguh malam yang sangat menyenangkan! Dengan bulan purnama dan jagung bakar yang nikmat, kami menikmati malam yang tersisa. Bermain ayunan, menyanyi bersama… ah, rasanya, enggan menyebut esok adalah hari terakhir kami bisa seperti ini.

Mereka yang bernyanyi bersama setelah api unggun telah padam.


Minggu, 14 Juni 2014
            Pagiii, Kaliurang!
            Dingin nan sejuk menyapa kulit kami ketika bangun di pagi hari. Masih jam 5.15. Kurasa, aku adalah peserta yang bangun pertama kali—jangan tanya kalau panitia, mereka sudah bangun lebih dulu.
            Air dingin di bak mandi membuatku enggan untuk mandi. Hehe, karena kami mau outbond, aku memilih untuk mandi nanti setelah outbond. Aku hanya membersihkan muka dan gigi, tanpa mandi. Dan ternyataaa, banyak juga yang tidak mandi. Hahaha…
            Sebelum kami berangkat untuk outbond, kami sarapan terlebih dulu.
            Dan… SIAP! Kami telah siap melakukan outbond!

            Dengan rute yang seperti naik-naik ke puncak gunung, kami berjalan kaki menuju tempat yang aku sendiri tak tahu namanya. #keplakdirisendiri


            Cukup lelah kami berjalan, sedikit berkeringat juga. Namun, tetap… menyenangkan! Karena sepanjang jalan kami bercanda, tertawa, melihat landskap indah di sana-sini dengan udara yang begitu segar.

            Sampai di dekat seperti hutan pinus itu kami berhenti. Mengistirahatkan badan. Dan ternyataaa…. Sebentar lagi kami naik jeep! Kami akan melakukan ekspedisi rahasia!
Jeep sudah berjejer, siap membawa kami bertualang.

            Satu jeep dinaiki lima orang, termasuk sopir. Betapa hebohnya kami. Bukan heboh karena baru pertama kali naik jeep, bukan. Tapi, heboh bereksis ria. Jepret sana, jepret sini.


            Dan… perjalanan kami dimulai! Kami melewati berbagai kelokan dengan jalanan yang tidak rata. Banyak batu-batu besar menghalangi jalan. Jalanan begitu terjal, memacu adrenalin kami. Kami naik ke gunung! Yaa, Gunung Merapi.

            Tempat pertama yang kami tuju adalah Museum Sisa Hartaku. Di sana adalah sebuah rumah milik seorang penduduk yang terkena awan panas Gunung Merapi 5 November 2010. 

            Di pintu masuk Museum Sisa Hartaku.

            Pesan Merapi.

            Kerangka sapi yang tersisa.'

            Peralatan masak yang tersisa.

            Alat musik yang tersisa.

            Sisa-sisa harta.

            Kemudian, kami kembali meneruskan perjalanan. Sepanjang jalan, kami melihat pohon-pohon besar yang terpancang di sepanjang jalan. Kata sopir jeep kami, pohon itu bernama Pohon Sobo. Pohon itu konon tumbuh sendiri, tidak ditanam manusia, namun ditanam oleh seorang jin wanita cantik berpakaian serba hijau, yang bernama Nyai Gandung Melati, setelah erupsi Merapi 5 November 2010. Jin itu juga yang mengabari kalau Merapi akan meletus, lewat mimpi orang yang prihatinnya tinggi.
 Dan sampailah kami di 3,5 KM dari puncak Gunung Merapi. Di situ, kami berhenti. Berjalan-jalan sambil berfoto-foto.
Eksis dulu, gaes! :D

 Di sebuah tempat sedikit tersembunyi, ada sebuah bangker—jalur darurat untuk penduduk bila Merapi mulai menunjukkan amarah. Namun ternyata, lahar panas Merapi berhasil menembus bangker, dan menyebabkan beberapa orang meninggal.

Bangker, jalan darurat yang digunakan penduduk bila Merapi mulai menunjukkan tanda-tanda akan meletus.

Perjalanan dilanjutkan. Kini, jeep mulai menuruni gunung. Masih dengan jalan yang terjal, kami mencoba mengikuti rute dengan hati yang bergejolak. Ikut oleng ke kanan ataupun ke kiri ketika jeep mulai mendapati jalan berkelok-kelok. 

Lihat, jalannya berliku-liku, kan? Mirip hidupku! #halah

            Di jalan pun kami masih melihat banyak Pohon Sobo yang tumbuh. Namun, tak jauh dari situ, juga ada Pohon Sobo yang telah dijadikan arang. Pohon itu dibakar dengan timbunan jerami, yang kemudian menjadi arang. Pantaslah sate Jogja itu enak, sebab arang yang dihasilkan dari Pohon Sobo itu tahan lama panasnya. Tak mudah dingin.
            Dengan jarak 5 KM dari puncak Merapi, kami kembali berhenti, guna melihat batu besar berbentuk seperti wajah manusia. Batu Alien namanya. Batu itu menggelinding dari kawah Merapi, menuruni lereng, dan berhenti di 5 KM dari puncak. Dan di bawah batu tersebut dulunya adalah kandang sapi yang sapinya langsung mati begitu batu itu menindihnya. Batu yang unik namun juga menakutkan.

            Batu alien, batu yang mirip dengan wajah manusia. Bisakah kalian melihat di mana letak mata, hidung, serta mulut batu itu?

            Ah, akhirnya kami kembali melanjutkan perjalanan. Kembali pulang. Jeep semakin menuruni gunung. Dengan jarak 9 KM dari puncak Merapi, kami sudah bisa melihat beberapa rumah penduduk yang telah direnovasi, yang kata sopir jeep kami, dananya berasal dari pemerintah. Daerah sekitaran situ merupakan penghasil jamur. Banyak penduduk yang menjadi petani jamur di daerah yang sudah terlihat asri itu. Telah banyak pohon hijau terpancang di setiap sudut jalan.
            Jeep melalui jalan yang sama dengan keberangkatan kami tadi. Melewati jembatan yang di bawahnya dulu berisi air laut, namun sekarang menjadi pasir yang membentuk seperti kawah. Kawah pasir, begitulah kami menyebutnya.
* * *
            Jam 10.30, kami sampai di villa. Rasanya… huah! Sangat menyenangkan! Ini benar-benar petualangan yang menantang! Rasanya ingin kembali mengulanginya lagi!
            Dan aku pun memilih mandi.
            Jam 11.15, acara penutupan acara Kampus Fiksi Emas dibuka oleh Pak Edi. Ah, kenapa sudah harus penutupan?? Sedih rasanya. Namun, apa bisa dihindari? Bukankah setiap pertemuan itu selalu ada perpisahan?

            Ah, sudahlah. Ini bukan akhir dari segalanya! Kita pasti bisa bertemu kembali, kan, teman-teman? Ya, PASTI BISA!
            Aku bahagia. Sangat bahagia bisa bertemu dengan kalian, teman-teman. Mas Sayful, Mas Reza, Mas Adit, Mas Ersa, Mbak Pia, Mbak Lia, Mufi, Farrah, Evi, Mbak Elisa, Mbak Indah, Nadine, Mbak Nurul, Dhamala, Kak Ros, Mbak Ghyna, Fia, Mbak Didi, kalian sangat PANAS, SENSASIONAL, MENGGELITIK, dan FENOMENAL!! :D *aku pinjem kalimat andalanmu ya, Evi, hehe…
            Terima kasih, Pak Edi, Bunda May, serta semua kru DIVA Press. J
            Kami akan kembali lagi di kemudian hari. :)
* * * * *





Repost: Juni 2014